Senin, 04 Juli 2011

Realism and Neo Realism


Realisme adalah teori dominan yang dijadikan sebagai “set of believe “ bagi sebagian besar kaum akademisi HI. Realisme mendapatkan tempat yang tinggi dalam pembahasan Hubungan Internasional karena memberikan penjelasan yang lengkap tentang negara yang menjadi salah satu isu sentral studi ini. Sedangkan Neo Realisme merupakan bentuk baru dari realisme. Dalam perspektif historisnya, realisme muncul akibat ketidakpuasan paham Idealisme dengan interdependency-nya yang ternyata tidak mengahsilkan perdamaian di tahun 1930an. LBB juga tidak dapat membendung rezim otoriter Italia dan Jerman. Ketika perkembangan dalam hubungan internasional tidak lagi relevan dalam bahasan idealisme, pemikir HI mulai berkaca kembali kepada bahasan realisme klasik seperti Thucydides, Machiavelli dan Hobbes. Menurut paham realisme klasik, system internasional yang dicirikan idealisme adalah hanya merupakan utopia belaka.
Berikut adalah beberapa asumsi dasar Realisme (Jackson &Sorensen):
*        pemahaman sifat manusia dalam berinteraksi dengan manusia lainnya yang dicirikan haus akan kekuasaan dan mementingkan diri sendiri.
*        Aktor utama hubungan internasional adalah negara. Individu, organisasi internsional dan LSM dianggap tidak penting.
*        Kesepakatan kerjasama bersifat situasional dan sementara dan hanya berupa aturan bijaksana yang bisa dikesampingkan bila bertentangan dengan kepentingan negara. Tidak ada konsep reciprocity.
*        Adanya etika politik yang memperbolehkan tindakan yang tidak diijinkan oleh moralitas pribadi. 
*        setiap negara adalah seimbang, tidak ada kekuatan yang superior dan berlebih yang mengatur system internasional. Realisme tidak mengakui adanya international government.
*        Keadaan yang didasarkan pada egoisitas membuat system internasional menjadi anarki, dan cenderung konfliktual.
*         Pencapaian terpenting dari sebuah negara adalah great powers dan kekuasaan.
*        Balance of power sebagai implikasi dari egoisitas dan ketakutan namun dipandang baik ketika dihadapkan pada kemampuannya mencegah hegemoni internasional.
*        Pandangan yang tertinggi bagi kelangsungan hidup negara, adalah keamanan nasional dan stabilitas serta ketertiban dunia.

REALISME KLASIK.
Beberapa penstudi realisme klasik adalah Hobbes (1946) Thucydides (1972), dan Machiavelli (1984). Secara umum pemikiran realist klasik menyetujui konsep anarkis dan konfliktual yang permanen dalam kondisi manusia. Mereka juga sependapat bahwa terdapat kumpulan kebijaksanaan untuk menghadapi masalah keamanan.
            Menurut Thomas Hobbes, kondisi alamiah manusia dapat diatasi dengan penciptaan dan pemeliharaan negara berdaulat. Kedaulatan itu digunakan untuk membalikkan ketakutan satu sama lain. Pemikiran ini dijelaskan oleh Oakeshott (1975) sebagai bentuk kerjasama secara politik yang didasarkan pada ketakutan mereka akan diserang oleh yang lain. Dari sini, akan tercipta perdamaian dan ketertiban yang tertanam kuat. Namun penciptaan keamanan domestik dengan memberikan ketidakamanan internasional dianggap memunculkan security dillema.
            Thucydides menekankan pada prinsip keadilan internasional yang sangat berbeda dari moralitas pribadi. Keadilan menurutnya bukanlah penyamarataan kepada semua pihak. Namun diberikan pada tempat yang tepat sesuai kemampuan yang dimiliki oleh negara tersebut.
            Pandangan Machiavelli menganggap kemerdekaan dan usaha untuk mempertahankannya adalah nilai tertinggi dalam politik.  Pemikirannya paling jelas terlihat dalam statementnya yang mengatakan : ”Sadarlah terhadap yang terjadi. Jangan menunggu... bertindak sebelum mereka melakukannya”. Dalam mempertahankan kebebasannya, setiap orang hendaknya harus bisa bertahan, mengantisipasi dan bertindak menghadapinya.

REALISME NEO-KLASIK (MORGENTHAU)
            ”Politik adalah perjuangan untuk kekuasaan atas manusia, dan apapun tujuan akhirnya, kekuasaan adalah tujuan terpentingnya.”(Morgenthau. 1965).
            Animus dominandi. Bahwa manusia terlahir dengan membawa sifat haus akan kekuasaan dijadikan sebagai pemikiran dasar dari konsep keamanan. Kehausan akan kekuasaan akan menyeret hubungan internasional menjadi politik kekuasaan. Ketika sebuah negara mempertahankan kedaulatannya, maka negara tersebut harus mengerahkan kekuatan untuk mencapai tujuannya itu.
            Morgenthau dalam pandangannya mengcounter pemikiran Thucydides yang menyebutkan etika politik yang membolehkan tindakan yang tidak dibenarkan oleh moralitas pribadi. Menurutnya, hal ini membuat sistem ketatanegaraan menjadi kacau dan tidak bertanggung jawab. Morgenthau lalu memberikan pandangan baru tentang etika situasional yang didasari prinsip kebijaksanaan namun tidak serta merta menghilangkan tindakan jahat ”kecil” untuk mengatasi kejahatan yang lebih besar.
Dalam kondisi anarkis dan saling curiga, negara-negara akan terus berusaha mempertahankan status quo atau bahkan memperkuat kekuasaan dengan praktek imperialisme akan berimplikasi pada balance of power. Pada kondisi Balance of power masing-masing pihak yang akan melakukan peningkatan kekuasaan paling tidak mengundang peningkatan kekuasaan dari pihak lain. ketika tidak ada kata menyerah dari pihak yang lemah kepada yang kuat, maka perang adalah jawabannya. Keadaan balance of power dapat dikatakan sebagai bagian dari usaha pembentukan stabilitas dan menjamin suatu negara berdaulat agar tidak terdominasi negara lain.
           
 NEOREALISME WALTZ
            Dalam bukunya ”Theory of International Politics”, Kenneth Waltz (1979) mencoba menerapkan pendekatan yang lebih ilmiah pada realisme. Elemen-elemen dasar seperti anarkisme dunia internasional,  konfliktualitas, pandangan skeptis akan kemajuan politik internsional seperti di wilayah domestik tetap dipertahankan oleh Waltz. 
              Perbedaan paling mencolok ada pada pemahaman tentang sifat manusia. Waltz tidak beranggapan bahwa sifat alamiah manusia selalu diliputi kecemasan. Ia lebih memfokuskan pada struktur internasional sebagai pengatur dunia internasional. Ia menolak pendapat Morgenthau tentang penyebab perang. Dalam The Theory of International Politics, asal mula perang bukanlah karena sifat dasar manusia yang egois, melainkan karena pengaruh system. Perbedaan lain terletak pada pengaturan sistem. Realisme klasik memandang bahwa negara harus memelihara sistem sebaik-baiknya dan bila gagal mereka akan depersalahkan. Neorealisme menganggap pemeliharaan sistem akan berlaku dengan sendirinya. Bukan tanggung jawab dari negara-negara. Hal ini menunjukkan realisme klasik lebih mengedepankan nilai-nilai normatif daripada Neorealisme yang ilmiah.
Bagi Waltz, karakteristik system internasional adalah :
         Anarkis.
         sistem bipolar lebih baik dan stabil daripada multipolar. “hanya dengan dua kekuatan besar, keduanya diharapkan bertindak untuk memelihara sistem (Waltz 1979:204)”. 
         Terstruktur dalam pola-pola interaksi antar Negara yang dibimbing negar besar. Perubahan internasional terjadi ketika negara besar mengalami perubahan. Alat-alat yang khas dalam mengahadapi perubahan itu adalah perang.
         Tiap Negara memiliki fungsi yang sama sebagai penjamin keamanan nasionalnya. Perbedaannya hanya terletak pada kapabilitas mereka menjalankan tuga serupa (pajak, kebijakan luar negeri, dll).
         Suatu Negara memilih berperang akibat desakan struktur internasional.

Realisme menjadi bahan perdebatan yang tidak ada habisnya selama berabad-abad. Keeksistensian negara sebagai aktor sentral dan realisme memberikan penjelasan yang masuk akal atas konflik yang selalu ada di dunia internasional. Namun pembahasan tentang hubungan internasional masih terlalu sempit dan tidak cocok lagi dengan kondisi-kondisi low politics akhir-akhir ini. Ia lebih fokus kepada high politics yang malah menunjukkan trend dikurangi.

Sources :
Burchill, Scott. Theories of International Relation
Sorensen, George, Robert Jackson. Pengantar Hubungan Internsaional, Pustaka Pelajar, Jogjakarta. 2005.
Morgenthau, Hans, J. Politik Antar Bangsa. Yayasan  Obor Indonesia.
Structural Realism by John Merseimers

Tidak ada komentar:

Posting Komentar