Senin, 04 Juli 2011

Order in International Political Economy : The Established Order Collapses


Pada tahun 1929 hingga 1934, perekonomian dunia mengalami krisis. Krisis kali ini merupakan krisis ekonomi terparah dalam sejarah umat manusia hingga akhirnya krisis ini lebih dikenal sebagai Great Depression. Ekonomi dunia yang telah terindustrialisasi hancur selama lebih dari kurun waktu 5 tahun, outcome turun drastis dan tingkat pengangguran meningkat tajam. Meskipun pada awalnya hanya Amerika yang mengalami krisis ini, namun negara lain juga ikut terkena dampaknya. Berikut tabel data beberapa negara yang terkena dampak Great Depression.
Dates of the Great Depression in various countries
(in quarters)
Country
depression began
recovery began
United States                1929:3                         1933:2
United Kingdom            1930:1                         1932:4
Germany                      1928:1                         1932:3
France                          1930:2                         1932:3
Italy                             1929:3                         1933:1
Japan                           1930:1                         1932:3
Canada                         1929:2                        1933:2
Belgium                        1929:3                         1932:4
The Netherlands           1929:4                         1933:2
Sweden                        1930:2                         1932:3            
Switzerland                   1929:4                         1933:1
Denmark                      1930:4                         1933:2            
Poland                          1929:1                        1933:2
Czechoslovakia             1929:4                         1933:2
Argentina                     1929:2                         1932:1
Brazil                           1928:3                         1931:4
India                            1929:4                         1931:4
South Africa                1930:1                         1933:1

            Di Amerika Serikat sendiri, Chicago, sebagai contoh kota yang sangat maju sebelum krisispun tidak lepas dari dampaknya. Sebagai pusat hog butcher, pembuat perkakas dan pusat gandum, pembangunan Chicago begitu lancar. Namun setelah badai krisis menerjang, Chicago seperti kehilangan taringnya. Salah satu surat kabar menuliskan bahwa dibawah bangunan jembatan Michigan Avenue yang begitu kokoh, terdapat lebih dari 3000 rakyat yang kehilangan rumah, kelaparan dan tidak memiliki pekerjaan.
            Penyebab utama dari Great Depression di Amerika Serikat adalah akibat penurunan dalam pengeluaran (sering disebut Aggregate Demand) yang mengarah kepada penurunan produksi manufaktur dan barang dagangan. Sumber kontraksi pengeluaran Amerika Serikat bervariasi dalam berbagai bidang, namun akumulasi yang didapat dari penurunan total akhirnya mengarah kepada penurunan yang sangat signifikan dalam aggregate demand. Penurunan perekonomian Amerika ini merubah sebagian besar negara lain melalui standart emas.
            Aggregate demand terutama terjadi pada tahun 1930, ketika gelombang pertama banking panic mencekik Amerika Serikat. Banking Panic terjadi karena banya depositor yang kehilangan kepercayaan bahwa ditengah krisis bank mampu menyediakan dana cash bagi tabungan mereka. Bank, yang hanya bergantung kepada fraksi deposit sebagai cadangan cash, harus melikuidasi pinjaman untuk menjamin ketersediaan dana cash. Proses ini menyebabkan banking panic menyebar di seluruh Amerika Serikat sepanjang 1930 sampai 1932. Dampaknya, masyarakat cenderung menahan deposit mereka. Peningkatan “currency to deposit ratio” adalah alasan mengapa ketersediaan uang di Amerika Serikat menurun hingga 31 persen dari 1929 hingga 1933.
Selain karena aggregate demand, krisis juga disebabkan oleh spekulasi pada kebijakan Amerika Serikat pada tahun 1929 untuk membatasi stock market. Tahun 1920an merupakan era yang sangat menjanjikan, namun terdapat 1 hal pengecualian yaitu selama dekade ini, harga menjadi sangat konstan dan mengarah kepada resesi ringan di tahun 1924 dan 1927. salah satu wilayah yang dianggap menjadi akar permasalahannya adalah stock market. Harga stock telah naik hingga 4 kali lipat dari 1921 dan puncaknya tahun 1929. Pada tahun 1928 dan 1929, The Federal Reserve kemudian menaikkan interest rates untuk melambatkan aliran deras harga stock. Kenaikan interest rates ternyata berpengaruh buruk terhadap sektor konstruksi dan automobile yang kemudian menurunkan kemampuan produksi. Mayarakat dilain pihak menjadi tidak tertarik melakukan pinjaman karena mereka takut gaji dan keuntungan di masa datang tidak mencukupi untuk menutupi pembayaran pinjaman mereka. Hal ini mengarah kepada reduksi konsumsi dan investasi bisnis. Akhir oktober 1929, hiruk pikuk semakin terasa parah. Hanya dalam 3 bulan berjalan, produksi industri Amerika Serikat turun sebanyak 10 persen dan impor sebesar 20 persen. Kotraksi ekonomi juga berpengaruh pada harga karet yang sebelumnya berkisar pada 25 sen menjadi 21 dan secara berangsur-angsur anjlok hingga mencapai 3 sen dalam setiap 1 poundnya. Hal serupa juga terjadi pada hampir sebagian besar bahan mentah. Sementara produk manufaktur juga mengalami penurunan namun tidak sedrastis bahan mentah, pelemahan yang terjadi lebih lambat.
Dalam hubungannya dengan jaringan internasional, krisis ditengarai disebabkan oleh adanya proyek pinjaman dalam jumlah besar kepada Jerman dan Amerika Latin pada tahun 1920an. Proyek tersebut mendapatkan tantangan serius ketika berlakunya kebijakan high interest rates dan booming stock market di Amerika Serikat. Reduksi pinjaman Luar Negeri berakibat pada terjadinya kontradiksi kredit dan penurunan output di negara penerima.
Pemberlakuan Smoot-Hawley tariff di Amerika Serikat pada tahun 1930 menandakan era baru perekonomian negara ini. Kebijakan-kebijakan dalam Smoot-Hawley tariff bersifat proteksi perdagangan Amerika Serikat. Kebijakan proteksionis diharapkan berkontribusi positif terhadap penurunan ekstrim harga bahan mentah dunia. Selain itu,
            Sementara itu, standart emas yang berlaku di hampir seluruh negara telah menghubungkan negara-negara tersebut melalui fixed currency exchange rates. Jaringan tersebut memainkan peran dalam menularkan krisis ke negara lain[1]. Dalam beberapa bulan kemudian, ketika pasar Amerika Serikat kollaps maka hal tersebut berpengaruh buruk kepada Argentina, Brazil, Canada dan Australia sebagai rekan dagang. Negara-negara tersebut akhirnya secara formal dan informal menghentikan standart emas di negaranya. 
Negara yang paling parah terkena dampak great depression ini selain Amerika Serikat adalah Jerman. Jerman mengalami hyperinflation sejak awal 1920an, otoritas moneter terhenti dalam berekspansi dan sektor perekonomian secara pasti melambat dengan sangat parah. Terpaan krisis yang tidak kunjung usai menyebabkan Jerman terpaksa mengalami suksesi pemerintahan dari koalisi The Center-Left yang kollaps kepada pemerintahan Heinrich Bruning, pemerintahan inilah yang pada akhirnya menjadi lahan subur bagi berkembangnya Komunisme dan Nazi. 
The Great Depression telah merubah perekonomian dunia dalam beberapa cara. Standart emas mengalami kehancuran pada saat itu. Meskipun nantinya setelah Perang Dunia II, fixed currency exchange rates kembali diberlakukan dibawah payung Bretton Woods system.[2] Meskipun dalam sistem Bretton Woods memakai standart emas, namun secara esensial sistem ini sebenarnya secara halus telah ikut campur dalam meletakkan ekonomi pasar pada standart Dollar. Dollar kemudian menjadi tersebar secara luas dalam perdagangan internasional. Negara-negara membiayai “official” exchange rates mereka dengan membeli dan menjual U.S. dollars dan memegang dollar sebagai primary reserve currency.
Adalah tidak berkorelasi antara devalue moneter standart emas dengan perbaikan krisis yang terjadi. Contohnya Britain, yang berusahan meninggalkan standart emas pada bulan September 1931, akhirnya mengalami recovery dalam waktu relatif cepat dibandingkan dengan Amerika Serikat yang melakukan devalue pada currency-nya hingga tahu 1933. hal yang sama terjadi di Amerika Latin yang sudah memulai devalue pada 1929 dan baru mencapai recovery pada tahun 1935. sebaliknya, negara“Gold Bloc”,  Belgia dan Prancis yang saat itu masih bertahan pada standart emas dan lambat pada proses devalue masih memiliki kemampuan berproduksi tahun 1929 sampai 1935.
Sistem moneter Bretton Woods nampaknya berhasil dalam menyediakan kembali dana segar tanpa harus terpaku kepada standart emas. Devaluasi Amerika Serikat kemudian diatasi dengan menurunkan interest rates dan memfokuskan pada ketersediaan kredit. Hal tersebut secara simultan me-recovery perekonomian Amerika Serikat. Disamping beberapa kebijakan era  Franklin D. Roosevelt , ikut berperan memperbaiki kesehatan ekonomi negara ini.[3]  Perkembangan positif perekonomian Amerika Serikat secara nyata dapat dilihat pada pertengahan tahun 1030an. Ketika GDP naik rata-rata 9 persen per tahun hingga tahun 1937. Amerika Serikat secara resmi keluar dari Great Depression pada tahun 1942. sementara British telah keluar dari kungkungan krisis sejak 1931. jerman, Jepang, Canada dan negara Eropa lainnya secara tuntas mengakhiri Great Depression pada tahun sesudahnya.


Referensi :
Artikel “The Established Order Collapses” dalam textbook International Political Economy. HI Unair, 2009. 
"Great Depression." Encyclopædia Britannica. Ultimate Reference Suite.  Chicago: Encyclopædia Britannica, 2009.



[1] Dibawah system standart emas, tiap negara menentukan nilai tukar mata uangnya dengan berat emas. Misalnya: Pounds dipatok ƒ4,2474/ons. Dolar AS dipatok $ 20,67/ons. 1 US $ =20,67/4,2474= 4,8665/ƒ. Masing-masing negara sepakat membeli/menjual emas sesuai permintaan siapapun sesuai nilai yang ditetapkan.

[2] semua negara mematok mata uang dalam ukuran emas namun tidak dituntut mempertukarkannya dengan emas. Hanya dolar AS yang masih dapat ditukar terhadap emas ($35/ons). Karena itu, tiap negara memutuskan berapa par value terhadap dolar/emas. Masing-masing negara sepakat mempertahankan nilai mata uang dlm 1% dari par dengan membeli/menjual valas/emas. Devaluasi tidak diijinkan, bila terpaksa maksimal 10%. Lebih dari itu harus seijin IMF.
[3] Kebijakan yang paling popular adalah Works Progress Administration (WPA), yang mengharuskan pemerintah meningkatkan pengeluaran negara untuk menstimulus kemampuan daya beli masyarakat. Program didalamnya meliputi pembangunan sektor jalan, jembatan dan gedung, dan sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar