Senin, 04 Juli 2011

Nasionalisme dan Struktur Supranasional



Sebagai makhluk social, manusia membutuhkan hidup secara kolektif dan berkelompok. Berangkat dari pemikiran tersebut, kemudian muncul rasa kebersamaan dan perasaan saling memiliki dalam internal suaut kelompok. Hasrat untuk membentuk kelompok tersebut kemudian berkembang menjadi keinginan untuk hidup bernegara yang dikenal sebagai bentuk nasionalisme. Menurut Anthony D. Smith, nasionalisme adalah bentuk pergerakan sosial kepada kesamaan identitas yang otonom bagi sebuah kelompok dimana dalam kelompok tersebut memunculkan sebuah aturan bersama.
            Perasaan saling memiliki antar anggota kelompok ini kemudian bisa mendorong kelompok tersebut untuk membentuk sebuah teritori atau negara. Dalam membentuk Negara, masing-masing individu didalamnya yang terlibat akan mendapatkan penambahan rasa nasionalisme yang lebih kuat dibandingkan ketika mereka belum memiliki teritori. Rasa nasionalisme tersebut pada gilirannya akan menguatkan persatuan antar individu dan mempersulit datangnya gangguan dari pihak dan lingkungan luar.
Tetapi, dalam kenyataannya, kadang bagi kelompok yang mengklaim memiliki rasa nasionalisme yang sangat kuat, untuk memiliki teritori yang sah menjadi sangat sulit. Permasalahan tersebut dialami oleh bagsa Kurdi di Timur Tengah. Hal ini menjadikan satu konflik tersendiri yang sangat rumit terlebih dalam dekade saat ini, tidak ada kawasan yang tidak dimiliki oleh Negara kecuali laut internasional. Sehingga, bangsa kurdi disini mau tidak mau harus berusaha merebut teritori Negara lain untuk mendapatkan teritorinya sendiri. Inilah yang menyebabkan perjuangan membentuk Negara menjadi terlalu sulit dan rawan konflik.
Contoh lain perebutan teritori yang sangat berkonflik adalah dalam kasus imigrasi Yahudi. Perpindahan besar-besaran Yahudi dari Inggris ke tanah Palestina merupakan bentuk pergerakan pencarian tanah teritori yang didorong oleh rasa nasionalisme yang kuat. Perpindahan tersebut mereka yakini sebagai ‘kembali ke tanah yang telah dijanjikan’ oleh pemimpin umat mereka. Hal ini dapat dilihat dari status historis mereka yang awalnya memang meninggali wilayah Palestina. Permasalahan muncul ketika wilayah Palestina saat ini telah ditinggali oleh bangsa Palestina secara sah. Maka hal ini berdampak pada konflik perebutan wilayah yang tidak kunjung usai hingga detik ini.
Aspek ekonomi juga tidak terlepas dari rasa nasionalisme. Terutama setelah gelomban globalisasi mulai menjadi sangat cepat perkembangannya saat ini yang menyebabkan terbukanya akses perdagangan bebas dunia. Negara-negara berkepentingan untuk mengamankan perekonomian nasional mereka dari serbuan produk-produk asing dengan cara memberikan proteksi dan bentuk-bentuk upaya lain yang bisa menghambat masuknya produk luar negeri. Amerika Serikat dan Eropa adalah contoh Negara yang menerapkan standart ganda bagi produk dari luar negeri. Standart ganda tersebut misalnya adanya proteksi bagi produk –produk pertanian di Amerika Serikat dan setiap nproduk yang masuk ke Negara tersebut harus lulus standard mutu produk. Selain itu, kebijakan take over perusahaan-perusahaan asing menjadi perusahaan nasional juga merupakan upaya penyelamatan sector perekonomian nasional. Sebenarnya nasionalisme ekonomi ini lebih bersifat pada patriotism ekonomi karena yang berperan secara lebih besar adalah dari Negara.


Referensi
Perkuliahan Kosmopolitanisme, Fundametalisme dan Nasionalisme pada 10 Juni 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar