Senin, 04 Juli 2011

foreign policy

Secara umum, dalam pelaksanaan hubungan internasional, pada dasarnya negara-negara selalu melakukan analisis terhadap situasi dan dinamika eksternal untuk mendapatkan dan mengamankan kepentingan nasionalnya. Jurnal kali ini membahas kaitan antara kebijakan luar negeri dengan proses pengambilan keputusan. Kebijakan luar negeri didefinisikan oleh Modelski sebagai sistem aktivitas yang dikembangkan oleh komunitas dalam rangka merubah perilaku negara lain dan mengatur aktivitasnya sendiri dalam lingkungan internasional[1]. Sedangkan Rosenau melihat kebijakan luar negeri sebagai aksi kekuasaan yang dilakukan oleh pemerintah atau pihak yang berwenang untuk memelihara dan menegakkan aspek-aspek yang diperlukan dalam lingkungan internasional.[2] Lebih Jauh, Roy Olton menyebutkan bahwa kebijakan luar negeri merupakan strategi atau rencana tindakan oleh para pembuat keputusan negara dalam menghadapi negara lain atau unit politik internasional lainnya, dan dikendalikan untuk mencapai tujuan nasional yang spesifik yang dituangkan dalam terminologi kepentingan nasional.[3] Sebagaimana seperti yang dikemukakanRou Olton tersebut, dapat dikatakan bahwa kebijakan luar negeri digunakan untuk memenuhi kepentingan nasionalnya diluar batas teritori kenegaraan. Dengan kata lain bahwa kebijakan luar negeri adalah bentuk lanjutan dari kebijakan domestic.
Dalam proses pembuatannya, kebijakan luar negeri seringkali dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari eksternal (determinan luar negeri) dan internal (determinan domestik). Determinan luar negeri mengacu pada keadaan dan situasi sistem internasional pada suatu waktu. Sedangkan determinan dometik menunjuk pada keadaan di dalam negeri yang terdiri dari tiga kategori, yaitu highly stable determinant (faktor geografis, lokasi, populasi), moderate stable determinant (budaya politik, kepemimpinan dan proses politik) dan unstable determinant (sikap dan persepsi jangka panjang dan faktor ketidakpastian).[4]
Dalam menganalisa pengambilan keputusan kebijakan luar negeri, dapat dilihat dari pendekatan-pendekatan variabel-variabel didalamnya. Pertama, bahwa individu memegang peranan penting dalam proses perumusan kebijakan. Secara teoritis, tidak diragukan bahwa substansi suatu politik luar negeri adalah bagaimana mengedepankan atau mewujudkan kepentingan nasional suatu negara terhadap negara lain (SL Roy:1995, hal. 31). Terkadang kebijakan tersebut lebih merupakan hasil kesepakatan individu para pengambil keputusan. Apabila individu tersebut memegang posisi pengambilan keputusan di dalam pemerintahan maka incividu disini memainkan peranan sentral atas formulasi kebijakan luar negeri. Dalam proses pelaksanaannya, individu diasumsikan sebagai pihak yang bermain dengan menggunakan kalkulasi rasionalitas dalam kancah politik global. Namun kelemahannya adalah bahwa kadang individu pembuat keputusan itu terlibat mispersepsi terhadap beberapa isu dan sebagai induvidu, perubahan emosi menjadi aspek yang juga perlu diperhitungkan dalam kebijakan yang diambil tersebut. Pilihan rasional seseorang belum tentu rasional menurut orang lain.
Kedua, Peran birokrasi dalam kebijakan luar negeri. Premis ini menekankan pada peranan yang dilakukan oleh birokrat yang terlibat dalam proses pengambilan kebijakan luar negeri. Keputusan yang dihasilkan oleh birokrat tidaklah dipandang sebagai produk rasionalitas melainkan produk dari proses interaksi dan adaptasi dari berbagai individu dan organisasi yang didapat dari proses perundingan, kompromi dan penyesuaian. Namun dalam prakteknya perumusan politik luar negeri suatu negara selalu lebih merupakan hasil “kesepakatan” dari tarik-menarik antara semangat idealisme para penyelenggara negara, dengan kondisi riil secara eksternal yang dihadapi suatu negara.
Premis ketiga adalah interest groups dilihat sebagai faktor yang juga ikut mempengaruhi proses pembuatan keputusan sejauh isu-isu yang dimuat didalam kebijakan tersebut berkaitan dengan isu-isu yang dibawa oleh interest group tersebut. Atau dalam kata lain, ketika interest group mampu bernegosiasi dan memiliki power atas pemerintah, maka dimungkinkan isu yang dibawa oleh interest group tersebut bisa menjadi atau setidaknya berpengaruh dalam kebijakan luar negeri. Disamping tidak bisa terelakkan bahwa diantara group – group interest tersebut kadang sering bersinggungan dan berkonflik untuk mendapatkan perhatian dari pemerintah. Selain itu, disisi lain interest group dinilai bisa mengandung unsur pressure group secara langsung atau tidak langsung pembuatan keputusan. Menurut Allison, variabel ini lebih banyak berpengaruh pada negara besar yang memiliki birokrasi yang besar dan kompleks.
Keempat adalah atribut nasional yang mempengaruhi kebijakan luar negeri. Seperti yang telah dijelaskan diawal, premis ini merupakan determinan domestik bagi kebijakan luar negeri. Faktor-faktor didalamnya dapat dijelaskan secara lengkap oleh Peter A. Toma dan Robert F. Gorman sebagai berikut :
National Attributs
Demography
Economic
Military
Goverment
Size, motivation, skills, level of education, homogencity of population
Size, wealth, level of development and productivity, mode or organization
Defense posture, size of armed forces, size and type of weapon, skills level, research and development.
Closed/open political system, bureaucratic organization, political accountability, party politics, social structure, societal pressure(media, public opinion, pressure group.).

Kelima, premis sistem global berpengaruh terhadap kebijakan luar negeri. Menurut Rosenau, apabila kita mengkaji kebijakan luar negeri suatu negara maka kita akan memasuki fenomena yang lebih luas dan kompleks yang tidak hanya meliputi variabel atribut nasional/domestik tetapi juga system global. Sistem global didefinisikan sebagai pola interaksi di antara negara-negara yang terbentuk / dibentuk oleh struktur interaksi diantara pelaku-pelaku yang paling kuat. System global setelah periode Perang Dunia II yang dikenal sebagai bipolaritas adalah contoh system global yang pernah berlaku dalam politik global.
            Berangkat dari kelima premis tersebut, maka secara singkat proses perumusan kebijakan keputusan luar negeri dapat digambarkan sebagai berikut[5] :
Menganalisa proses pembuatan kebijakan luar negeri, menurut saya merupakan suatu proses yang panjang dan sangat kompleks. Hal ini terkait dengan kompleksitas aktor-aktor pembuat keputusan kebijakan dan aktor lain yang juga mempengaruhi keputusan kebijakan luar negeri. Keseluruhan aktor tersebut bersifat relatif peranannya sebagaimana halnya kita tidak dapat merumuskan secara pasti kebenaran absolut mengenai kebijakan terbaik apa yang bisa diputuskan untuk meraih dan mempertahankan kepentingan nasionalnya. Karena sekali lagi, hal paling fundamental adalah bahwa kebijakan luar negeri hanyalah sebuah alat untuk mendapatkan kepentingan nasional secara lebih komprehensif.

Daftar Pustaka :
Agung, Anak BP dan Yanyan MY. 2006. ­Pengantar ilmu hubungan internasional. Bandung : Rosda.
Vinsensio Dugis,  Analysing Foreign Policy. Http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/ Analysing%20 Foreign%20Policy.pdf
Plano, Jack C dan Olton Roy. 1999. Kamus Hubungan Internasional. Bandung : A. Bardin
Lentner. Howard 1974.Foreign Policy Analysis: A Comparative and Conceptual Approach. Ohio: Bill and Howell Co.




[1] Vinsensio Dugis,  Analysing Foreign Policy. Http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/Analysing%20 Foreign%20Policy.pdf
[2] ibid
[3] Jack.C.Plano dan Roy Olton. 1999. Kamus Hubungan Internasional. Bandung : A. Bardin, p.54
[4] Howard Lentner. 1974.Foreign Policy Analysis: A Comparative and Conceptual Approach. Ohio: Bill and Howell Co., pp. 105-171
[5] Anak Agung BP dan Yanyan MY. 2006. ­Pengantar ilmu hubungan internasional. Bandung : Rosda. P.60

Tidak ada komentar:

Posting Komentar